Polemik Pada Klaster Ketenagakerjaan Terhadap RUU Cipta Kerja

Polemik Pada Klaster Ketenagakerjaan Terhadap RUU Cipta Kerja

Reichstadt – Klaster ketenagakerjaan pada draf omnibus law RUU Cipta Kerja sudah sejak awal mendapat sorotan dari public, terutama dari serikat buruh dan serikat pekerja. Adanya Draf menurut mereka terlalu memihak kepentingan dari pemodal atau korporasi. Namun, DPR juga pemerintah terus bergeming dan melanjutkan pembahasan dari RUU ini.

Pada rapat kerja berhubungan dengan pembahasan RUU ini, DPR juga pemerintah sudah menyepakati untuk mengutamakan pembahasan klaster-klaster lain yang tidak menimbulkan berbagai kontroversi pada public.  Dengan demikian klaster ketenagakerjaan siap dibahas akhir. 

Penundaan Klaster Ketenagakerjaan Terhadap RUU Cipta Kerja

RUU Cipta Kerja ada 11 klaster pembahasan masing-masing dituangkan pada 15 bab juga 174 pasal. Bukan hanya klaster ketenagakerjaan  saja, ada 10 klaster lain, yakni penyederhanaan, perizinan, kemudahan berusaha, persyaratan investasi, juga kemudahan pemberdayaan, serta perlindungan UMKM dan perkoperasian. 

Selanjutnya, berbagai dukungan riset serta inovasi, pengenaan sanksi, administrasi pemerintahan, pengadaan lahan, kawasan ekonomi, dan investasi dan proyek strategis Nasional. 

Puan Maharani ketua DPR menyuarakan supaya Badan Legis lagi atau Baleg menunda pembahasan berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan pada draf omnibus law RUU Cipta Kerja. Permintaan tersebut dilontarkan berkaitan dengan mulainya proses pembahasan yang dilakukan Panitia Kerja atau Panja dari RUU ini. 

Puan juga memberikan pernyataan untuk Baleg membuka ruang berdiskusi bersama public, terutama mereka dari serikat pekerja maupun buruh, sebelum melakukan pembahasan klaster ketenagakerjaan  tersebut. Dia mengingatkan supaya Baleg selalu mempertimbangkan situasi pada pandemi Covid-19 ini. 

Permintaan Penghapusan Klaster Ketenagakerjaan Terhadap RUU Cipta Kerja 

Sekelompok flaksi yang masuk pada Panja RUU Cipta Kerja mengutarakan permintaan supaya klaster ketenagakerjaan lebih baik dihapus dari daftar tersebut. Hendrawan Supratikno, Anggota Fraksi PDI-P menyatakan bahwa klaster ketenagakerjaan lebih baik dikeluarkan saja dari pembahasan, sebab substansinya cukup sensitive.

Selanjutnya anggota dari Fraksi Nasdem Taufik basari menjelaskan, bahwa fraksinya akan melobi fraksi lainnya supaya klaster ketenagakerjaan bisa dihapus dari draf omnibus law RUU Cipta Kerja. Menurutnya, adanya perubahan berkaitan dengan ketenagakerjaan tidak seharusnya dilakukan lewat omnibus law RUU ini. Perubahaan bisa dilakukan lewat Undang-Undang sektoral. 

Buruh Tetap Menolak Klaster Ketenagakerjaan Terhadap RUU Cipta Kerja

Serikat pekerja dan serikat buruh berusaha tetap menyatakan penolakan mereka atas pembahasan di RUU tersebut. Bahkan, presiden Joko Widodo juga menerima 3 pimpinan serikat buruh atau serikat pekerja bertempat di Istana Merdeka pada Rabu 22/4/2020. 

Mereka yaitu, Andi Gani Nena Wea selaku Presiden KSPSI, Said Iqbal sekali Presiden KSPI, serta Elly Rosita selaku Presiden KSBI. 

“Serikat Pekerja tetap menolak secara keras omnibus law juga meminta pembahasan dilaksanakan secara terbuka bersama Presiden Joko Widodo,” ujar Andi setelah pertemuan tersebut. 

Dibaca juga : Playing Trap Hands Like King-Queen, King-Jack, Queen-Jack, Ace-Ten & More

Di saat yang bersamaan, 92 akademisi di Tanah Air juga menandatangani petisi terhadap penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Bahkan, Susi Dwi Harijanti selaku Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran, menyatakan bahwa petisi tersebut adalah seruan untuk DPR juga pemerintah supaya pembahasan RUU ini segera diberhentikan. 

Bukan hanya dari substansi draf RUU saja yang dianggap bertentangan dari UUD 1945, namun pembahasan RUU ini yang dilakukan di tengah keadaan pandemi virus Covid-19 jelas tidak etis.

“Penyelenggaran dari negara, salah satunya pembentukan undang-undang, bukan hanya berlandaskan dari norma konstitusi serta undang-undang, namun harus tunduk juga dengan nilai etika maupun moral,” ujar Susi. 

Sejatinya keadaan semacam ini perlu pertimbangan dari banyak pihak, sebab RUU Cipta Kerja diciptakan bukan hanya untuk satu atau dua orang saja, namun untuk semua orang. Jadi, selayaknya semua dijalankan dengan pertimbangan yang matang oleh berbagai pihak.